Gunungtawang (Jilid 5)
***
Selepas khatib
mengakhiri petuahnya dan menutup dengan lantunan doa, para jamaah saling
bersalam-salaman satu sama lain. Bersama Farid dan Hamdani, aku masuk ke dalam mushalla untuk ikut salam-salaman.
Seorang pria paruh baya yang sudah
mengenalku tiba-tiba berkata sedikit berbisik kepadaku, “Nanti jangan pulang
dulu, Mas. Ikut tasyakuran bersama-sama.” Aku iyakan saja. Sambil tersenyum
tentunya.
Setelah acara
salam-salaman selesai aku bersama teman-teman ikut membantu melipat karpet-karpet yang digunakan
untuk alas shalat tadi. Ternyata ada maksud lain mengapa karpet-karpet di
mushalla ini harus dirapikan.
Sejurus kemudian kulihat ibu-ibu yang tergopoh-gopoh
mengusung panci-panci. Tidak hanya itu saja. Menyusul bertubi-tubi ibu-ibu yang lain membawa
bakul berisikan nasi putih, beraneka
masakan, ada yang membawa piring, sendok, gelas, dan
teko berisikan air. Ada juga yang membawa camilan makanan-makanan kecil. Bermacam makanan mulai dari appetizer, main
course, hingga dessert, semuanya tersaji dan terhampar di depan kami.
Beberapa orang
mempersilahkan kami duduk. Pak Amin Sumitra, yang sering kami kunjungi rumahnya, sedikit menjelaskan, “Ini
sudah tradisi di Desa Gunungtawang,
Mas. Setelah shalat id kami selalu mengadakan tasyakuran. Ya makan bersama-sama
seperti ini.”
Memang tidak
semua penduduk Desa Gunungtawang terkonsentrasi di acara makan-makan bersama di
mushalla
kecil ini. Karena di desa ini juga terdapat masjid dan mushalla lain. Muncul
pertanyaan dalam hatiku, “Apakah di masjid dan mushalla lain juga ada gelaran semacam ini?”
Mulai dari
anak-anak, entah itu laki-laki maupun wanita, remaja putra dan putri,
bapak-bapak, ibu-ibu, tak ketinggalan pula sesepuh-sesepuh desa ikut tasyakuran di mushalla ini.
Tak lama
kemudian, seseorang memimpin doa untuk memulai acara. Teriring doa keselamatan
dan keberkahan. Para jamaah mengirimkan amin berkali-kali. Dan… makan-makan
dimulai… SIKAAATTT!!!...
Semuanya
berkumpul untuk menikmati sajian buatan tangan mereka sendiri. Semata-mata
sebagai panjatan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah subhanahu wata’ala atas karunia
bagi Desa Gunungtawang.
Akupun ikut
bersyukur bisa terlibat dalam acara ini. Apa jadinya kalau aku pulang sesuai
jadwal. Ini mungkin salah satu hikmahnya KKN molor dari jadwal yang
semestinya. Tapi, molornya hanya bagi kami bertiga saja. Kami bertiga memang
lelaki-lelaki yang dinaungi dewi fortuna.
bersambung...