Gunungtawang (Jilid 6)

***

Bangunan Masjid Istiqomah mempunyai dua bagian ruang: ruang untuk jamaah pria yang terletak di lantai bawah, dan ruang shalat khusus untuk jamaah wanita yang terletak di lantai dua.

Ruangan untuk jamaah pria dibagi menjadi dua, ruangan yang lebih dalam memiliki luas lebih kecil dibandingkan ruangan yang terletak di luar. Antara kedua ruangan tersebut dibatasi sekat berupa dinding yang memiliki tiga pintu. Jamaah yang berada di ruangan yang pertama dapat langsung melihat tempat pengimaman dan mimbar khutbah.

Satu hal yang memberikan kesan berbeda adalah ruang utama yang di dalam ini tampak lebih temaram dari ruang satunya. Kesan ini muncul karena di ruangan ini terhampar karpet yang melapisi seluruh lantai dan di keempat sisinya dibatasi oleh dinding. Tidak seperti ruang satunya yang hanya beralaskan keramik putih dan dikelilingi oleh pintu-pintu kaca.

Di sebelah utara dari bangunan masjid terdapat tempat wudhu dan peturasan khusus untuk jamaah wanita. Sedangkan untuk jamaah pria, tempat wudhu dan peturasannya lebih banyak dan lebih besar, yang terletak di sebelah selatan masjid.

Di sebelah selatan masjid itulah terdapat pemandian umum khusus kaum pria yang pernah diceritakan oleh Pak Giri ketika pembekalan KKN tempo hari. Adapun pemandian umum khusus untuk wanita, terletak di sebelah timur masjid yang hanya dipisahkan oleh jalan desa. “Wah, saya kira dicampur jadi satu antara cewek dan cowok,” gerutuku dalam hati.

***

“Di sana ada pemandian umum,” kata Pak Giri sewaktu memberikan materi pembekalan di gedung Fakultas Dakwah kepada para mahasiswa satu minggu sebelum berangkat KKN. Seisi kelas kami pun langsung heboh mendengarnya. “Wah, asyik nih…” celetuk salah seorang teman.

***

Giri Atmoko nama lengkapnya. Beliau adalah Camat Selomerto. Saat menjadi pemateri, Pak Giri memperkenalkan bahwa dirinya adalah alumnus STPDN di Jatinangor itu. Orangnya halus dan santun. Jauh dari kesan STPDN, yang menurut Kelik Pelipur Lara, sudah distereotipkan sebagai Sekolah Tukang Pukul Dalam Negeri alias Sekolah Tanpa Perasaan Dan Nurani, karena banyaknya kasus penganiayaan yang menyebabkan tewasnya beberapa praja di sana.

Ketika Pak Giri memberikan kesempatan bertanya kepada peserta pembekalan KKN, seorang teman di barisan paling depan mengangkat tangannya. Teman tersebut meminta agar Pak Giri menjelaskan kondisi geografis dan sosiologis dari masing-masing desa di Kecamatan Selomerto yang akan kami tinggali selama masa KKN.

Dan Pak Giri sedang menceritakan Desa Gunungtawang ketika menerangkan tentang pemandian umum tadi.

bersambung...

Postingan Populer

Alas Tidur Nabi

Keluarga sebagai Akar Peradaban

Menggabungkan Beberapa File PDF Menjadi Satu

Repot*)

Gunungtawang (Jilid 7)

Segalanya Akan Kembali Kepada-NYA

Menelusuri Jejak Bung Karno: Bandung (1)

Siklus 700 Tahun

Akhbaruz Zaman