Perjalanan

***

Tahun ini sudah selesai.
Tanda ada lembaran baru yang harus dimulai.
Kita semua menjadi bagian menyejarah tentang sebuah pandemi.
Ketika perputaran waktu mengulangi peristiwa serupa yang dulu pernah terjadi di bumi.

Ini bukan adzab, seperti kata sementara orang.
Juga bukan laknat, kata sebagian yang lain.
Pun tidak pernah diramalkan sebelumnya di masa lalu, layaknya kabar dusta yang diviralkan tanpa menimbang akal sehat.

Selama masih ada "hewan yang berakal" di atas bumi.
Selama itu pula ujian dan cobaan datang silih berganti.
Ujian dan cobaan dapat berupa kebaikan.
Tidak sedikit berwujud keburukan.
Dan berulang.
Di zaman yang berbeda.
Pada generasi yang lain.

Sedigdaya apapun pencapaian manusia, tetap harus merendahkan dirinya.
Kemahaperkasaan Allah maujud dalam sebentuk makhluk-Nya berukuran mikron.
Tidak ada satupun peradaban ultramodern yang mampu mencegah dan mengalahkan makhluk itu.
Kecuali dengan izin-Nya.

Beruntunglah kita pengikut Sayyidina Kanjeng Nabi.
Rasulullah sudah memberi wejangan menggembirakan untuk dua hal yang bertolakbelakang.
Namun sama-sama menguntungkan.

“Sungguh luar biasa perkara seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkaranya baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh seorangpun melainkan seorang yang beriman. Jika ia mendapatkan kebaikan maka ia bersyukur. Inilah yang lebih baik baginya. Dan jika ia mendapatkan keburukan maka ia bersabar. Inilah yang lebih baik baginya.”

Mari kita mulai tahun yang baru.
Dua ribu dua satu.
Doa dari dua ibu.
Dan keluarga baru.
Dari dua menjadi satu.

***

Di atas kereta Brantas
Dari Pasar Senen ke Semarang Tawang
Hari terakhir dua ribu dua puluh

Postingan Populer

Alas Tidur Nabi

Menggabungkan Beberapa File PDF Menjadi Satu

Keluarga sebagai Akar Peradaban

Repot*)

Gunungtawang (Jilid 7)

Siklus 700 Tahun

Segalanya Akan Kembali Kepada-NYA

Menelusuri Jejak Bung Karno: Bandung (1)

Neraka di Bawah Telapak Kaki Ibu